Kritik terhadap Pemikiran Tafsir Agus Mustofa tentang Azab Kubur | Author : Gafil Bunayya R | Abstract | Full Text | Abstract :Peristiwa setelah kematian merupakan sebuah misteri, hanya Allah saja yang mengetahui ihwalnya. Akan tetapi setiap muslim yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya mesti percaya bahwa kehidupan dunia ini bukanlah akhir dari segalanya. Kematian merupakan jembatan seseorang menuju kehidupan akhirat. Alam barzakh merupakan tempat persingghan selanjutnya dan setiap orang pasti akan memasuki fase tersebut. Al-Qur’an telah memberikan indikasi bahwa akan ada nikmat dan siksaan yang akan diterima setiap orang yang telah mengalami kematian di alam kuburnya. Walaupun ayat-ayat al-Qur’an tentang peristiwa di alam kubur bersifat global namun dalil-dalil tersebut juga didukung oleh hadits-hadits nabi SAW yang terperinci. Mayoritas mufassir turut membenarkan adanya nikmat dan azab kubur melalui dalil-dalil yang telah mereka tafsirkan. Baru-baru ini seorang penulis buku yang bernama Agus Mustofa memberikan pandangan yang kontroversial terkait azab kubur. Dengan metode penafsiran yang ia ciptakan sendiri, ia mencoba mendeskripsikan dalil-dalil al-Qur’an tentang masalah azab kubur dalam bukunya yang berjudul “Tak Ada Azab Kubur?” hingga pada kesimpulan akhirnya ia menafikan adanya azab kubur. Tentu saja pemikiran dan karyanya tersebut perlu untuk diteliti agar orang-orang yang membaca karyanya tidak terjebak pada penafsiran-penafsiran yang keliru dan menyimpang. |
| Syarah al-Mujtaba : Melacak Intertekstualitas Syarah al-Sindi terhadap al-Suyuti | Author : Asih Pertiwi | Abstract | Full Text | Abstract :Tulisan ini mencoba mengungkap hubungan antar teks (intertekstualitas) yang terdapat dalam kitab syarah al-Mujtaba yang ditulis oleh al-Suyuti (w. 911 H) dan al-Sindi (w. 1138 H) serta melihat bagaimana keilmuan Islam setelah abad ke IX H. Hubungan antar teks dapat dilihat dari segi gendre, tema, bentuk, aliran, ideologi dan lain-lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam syarah al-Mujtaba, interteks terdapat dalam beberapa aspek, yaitu pengutipan pendapat ulama, penjelasan bahasa, informasi nasikh-mansukh dan unsur ziyadah matan. Selain interteks, dalam syarah al-Mujtaba juga ditemukan Independensi al-Sindi dalam menulis syarah. Independensi tersebut adalah adanya syarahan mengenai judul bab dan jumlah pensyarahan. Dalam syarahnya al-Sindi menuliskan syarahan terhadap judul bab seperti yang tertulis dalam kitab sunan al-Nasa’i, sementara al-Suyuti tidak menulisnya. Dalam jumlah syarahan, al-Sindi mensyarah 3.047 hadis dari 5.726 hadis yang terdapat dalam al-Mujtaba . Sementara al-Suyuti hanya mensyarah 1.118 hadis dari 5.726 hadis yang terdapat dalam kitab yang sama.Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library reaserch) yang bersifat deskriptif-analisis. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan memilih secara acak contoh syarah yang terindikasi terdapat independensi al-Sindi dalam mensyarah. |
| MANGALEHEN TUOR: Fenomena Living Hadis dalam Adat Mandailing | Author : Lanna Khairani | Abstract | Full Text | Abstract :Tuor merupakan sebutan mahar pernikahan dikalangan masyarakat Mandailing dan Angkola, dimana seorang laki-laki wajib memberikan tuor kepada calon perempuan yang akan dinikahi. Namun sebagian orang, yakni pemuda yang akan menikah tuor bisa menjadi penghalang dikarenakan ketiadaan atau ketidak sanggupan untuk memenuhi permintaan keluarga perempuan karena ekonomi laki-laki yang rendah. Di adat Mandailing tuor bisa tinggi dikarenakan dilihat dari segi status perempuan yaitu pendidikannya, keturunannya dan lain sebagainya. Tujuan dari penelitian ini adalah pertama, mengetahui pelaksanaan pemberian tuor, Kedua untuk mengetahui pandangan masyarakat tentang tradisi pemberian tuor. Ketiga untuk mengetahui nilai hadis yang terkandung dalam tradisi tuor dalam adat Mandailing. Jenis penelitian lapangan (field research) yang bersifat deskriptif kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini dapat disimpulkan: pertama, dalam hal sejarah, tuor telah ada sejak masa raja-raja Mandailing. Kedua, dalam pelaksanaan tuor dimulai sebelum hari H pernikahan, Ketiga,landasan masyarakat Mandailing dalam memberikan tuor, mereka berdalil kepada hadis-hadis tentang mahar. Dampak negatif tradisi tuor dalam adat Mandailing, dapat membatalkan pernikahan, pernikahan tertunda, Walimatul ’ursy hanya dilaksanakan satu pihak, nikah lari, dapat memberatkan seorang laki-laki untuk menikah. Sedangkan segi positifnya ialah untuk menghindari terjadinya perceraian, adanya tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya,dan lain sebagainya. |
| Ziya>dah dalam Manhaj Z|awi al-Naz{ar: Melacak Independensi Mahfuz Termas terhadap al-Suyuthi | Author : Dewi Putri | Abstract | Full Text | Abstract :Penelitian ini berawal ketika ditemukan penambahan bait yang dilakukan Mahfuz Termas di dalam kitabnya Manhaj Z|awi> al- Naz}ar syarah terhadap Alfiyah al- Suyuthi, di mana al- Suyuthi mengklaim bahwa naz{amnya di dalam Alfiyah tersebut berjumlah 1000 bait, namun setelah dihitung ulang oleh Mahfuz Termas, hanya ditemukan 980 bait, maka di dalam kitabnya yang mensyarah Alfiyah tersebut, Mahfuz menambahkan 20 bait mencukupi 1000 bait. Penambahan tersebut tersebar pada empat pembahasan, 14 bait pada pembahasan ‘ilal h}adi>s|, 1 bait pada pembahasan adab t}a>libul hadis|, 4 bait pada pembahasan asba>b al- h}adi>s|, dan 1 bait pada pembahasan al- asma>’ wa al- kuna>. Sumber penelitian ini terdiri dari dua komponen, yaitu sumber primer dan sekunder. Sumber primer adalah kitab Tadri>b al- Ra>wi>, Manhaj Z|awi> al- Naz}ar, dan Alfiyah al- Suyuthi beserta kitab-kitab ilmu hadis lainnya yang menjadi rujukan al- Suyuthi dan Mahfuz Termas, seperti Muqaddimah Ibn S{}ala>h}, Ma’rifah ‘ulu>m al h}adi>s| dan Nukhbatul fikr. Sedangkan yang menjadi rujukan sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku atau literatur- literatur lain yang berkaitan dengan tema pembahasan. Setelah diteliti, maka terlihat adanya korelasi dan intertekstualitas di dalam kitab Manhaj Z|awi> al- Naz}ar Mahfuz Termas. Korelasi dan intertekstualitas tersebut khususnya terlihat pada penambahan dan syarah Syaikh Mahfuz Termas terhadap syair al- Suyuthi di dalam Alfiyahnya. Meskipun terdapat korelasi dan unsur intertekstualitas di dalam kitab Manhaj Z|awi> al- Naz}ar khususnya terhadap kitab Tadri>b al- Ra>wi>, namun tidak mengurangi independensi Mahfuz Termas di dalam karyanya tersebut. Sebagaimana terlihat kesamaan isi konten Manhaj Z|awi> al- Naz}ar terhadap Tadri>b al- Ra>wi> al- Suyuthi, tetapi juga ditemukan perbedaan- perbedaan yang menjadi bukti independensi Manhaj Z|awi> al- Naz}ar sebagai syarah dari sebuah kitab. |
| Katam Kaji: Resepsi Al-Qur’an Masyarakat Pauh Kamang Mudiak Kabupaten Agam | Author : Gusnanda | Abstract | Full Text | Abstract :Katam Kaji merupakan sebuah tradisi atau perayaan bagi anak-anak yang telah selesai “mengaji” di surau, MDA (Madrasah Diniyah Awwaliyah), atau TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an). Pelaksanaannya melibatkan semua elemen masyarakat. Secara sosio-antropologis, tradisi ini lahir dalam rangka mensyiarkan ajaran Islam (perintah membaca al-Qur’an) di tengah kehidupan beragama masyarakatnya. Selain itu, melalui tradisi ini juga terdapat upaya penanaman rasa cinta dalam hati masyarakat terutama peserta yang mengikutinya untuk membaca kitab suci umat Islam tersebut. Secara tidak langsung, tradisi ini menjadi sarana dan media bagi tokoh agama dalam mengedukasi umat untuk mengamalkan ajaran Islam. |
| Interpretasi Semiotika Ferdinand De Saussure dalam Hadis Liwa dan Rayah | Author : M Dani Habibi | Abstract | Full Text | Abstract :This article is a study evaluating the Hadith interpretation in flag Rayah and Liwa or the flag of monotheism. In Indonesia, an organization that uses the banner of Tawheed is the symbol of the organization Hizbut Tahriri Indonesia. There are two warana flag that is black and white. Each of these color marked Laa illaaha illaa Allah Muhammad Messenger of God and both have a different meaning. In the context of the history of Liwa and Rayah flag used by the Prophet Muhammad and the cultural context and Rayah Liwa flag is used to establish the Khilafah state. With the legitimacy that the flag is the monotheistic flag of the Ministry of Defense so that the Indonesian Hizb ut-Tahrir organization uses the flag as a manifestation of the Khilafah Islamiyah as an ideology in the government system. Hizbut Tahrir insists that the flag Liwa and Rayah not the flag but the flag of Islam. Semiotic analysis of Ferdinand de Saussure, With semiotikanya theory consisting of four concepts, but in this study the researchers only used two concepts is the first between signifiant and signifie and both concept langue and parole. As the shape of the object flag Hizbut Tahrir and hadith texts about liwa and Rayah become the object of focus in this study. |
|
|